Membaca kisah heroik seorang Wongsocitro atau Raden Tumenggung
Mangkuyudo I dari Kedhu tentu haruslah membaca kisah peperangan Trunojoyo. Sudah
banyak buku dan cerita yang mengisahkan bagaimana Trunojoyo dan siapa
Trunojoyo.
Trunojoyo (divapress) |
Secara garis besar, Trunojoyo adalah seorang menantu Amangkurat I (Sunan
Seda ing Tegalarum). Kesewang-wenangan Amangkurat Agung memang membuat raja
pengganti Sultan Agung Hanyokrokusumo tersebut sangat dibenci oleh kalangan
luar kraton. Teror yang ditampilkan dalam pemerintahannya menutupi ketidak
becusannya mengurusi negara besar yang diwariskan ayahnya. Amangkurat Agung terkenal
memiliki kebiasaan yang tidak manusiawi. Dalam sebuah cerita, demi memuaskan
diri, Amangkurat Agung mengadakan pagelaran gladiator bak raja-raja di Roma.
Bila dalam budaya kraton ada istilah rampok atau mengadu harimau dengan manusia
atau berburu harimau, maka Amangkurat Agung memberikan variasi dengan
pertunjukkan harimau yang memangsa seorang budak perempuan atau tahanan
perempuan. Bahkan dalam catatan sejarah diceritakan, Amangkurat Agung pernah
membantai ribuan ulama yang tidak mendukung gelar sultannya. Hal itulah yang
membuat dirinya tak mendapatkan gelar Sultan seperti halnya ayah pendahulunya.
Diceritakan pula saat salah seorang selirnya meninggal, Amangkurat ini turut
membakar 100 perempuan.
Trunojoyo tampil sebagai pahlawan yang membela kaum yang lemah. Ia kembali
ke Madura dan merebut Madura. Pada waktu itu banyak orang-orang Makasar yang
melarikan diri dan menjadi perompak dan bajak laut setelah kekalahan Sultan
Hasanuddin dari VOC. Dengan bantuan mereka, Trunojoyo berhasil menguasai daerah
pesisir bang wetan (Jawa daerah Timur). Apalagi banyak dukungan dari para
bangsawan yang membenci raja lalim yang mulai berdatangan.
Ekspedisi Mataram ke bang wetan untuk menumpas pemberontakan Trunojoyo mengalami
kekalahan. Banyak bupati yang takluk pada Trunojoyo dan membentuk aliansi besar
untuk menyerang pusat pemerintahan Mataram saat itu, di Plered. Dibawah
pimpinan seorang Madura yang bernama Tumenggung Mangkuyudo, armada besar
Trunojoyo dengan pasukan intinya yang bernama prajurit Sinelir, berhasil
menguasai ibukota Mataram tersebut.
Amangkurat Agung dalam sebuah cerita melarikan diri bersama anak
istrinya dan para dayang ke Imogiri pada malam hari ketika pasukan Trunojoyo
mengepung ibukota Plered, meninggalkan rakyatnya untuk dibantai pada pagi
harinya. Ia melarikan diri ke Imogiri. Karena para bangsawan menolak
membantunya, Amangkurat Agung dikabarkan hampir gila dengan kebiasaannya
bermain layang-layang hingga sakit-sakitan. Akhirnya ia bertemu Pangeran dipati
Anom (Amangkurat II). Demi meminta bantuan VOC yang dulu dimusuhi ayahnya,
Amangkurat Agung mengajak anaknya menuju ke Batavia. Namun sampai di Tegal,
Amangkurat Agung meninggal.
Sebelum meninggal, ia meminta Pangeran Dipati Anom untuk menyerang
kembali ibukota namun ditolak oleh anak kesayangannya tersebut, akhirnya adik
Pangeran Dipati Anom yang bernama Pangeran Puger yang diperintah untuk
melaksanakan tugas tersebut. Sementara Pangeran Puger menggalang kekuatan dan
berhasil mengusir pasukan Trunojoyo dari Plered, Pangeran Dipati Anom yang
berhasil mendatangkan bala bantuan dari Batavia mengangkat diri menjadi raja.
Raja tak bersinggasana inilah yang akhirnya mengangkat pejabat-pejabat rendahan
yang masih setia kepada ayahnya menjadi pejabat-pejabat teras Mataram. Beberapa
diantaranya adalah Tumenggung Pronontoko, Adipati Mondoroko, Kyai Sendhi,
Tumenggung Wiradigda dll. Lewat orang-orang itulah Amangkurat Amral mendapatkan
bala bantuan baru.
Wongsocitro yang diceritakan dalam Wongsocitro (Raden TumenggungMangkuyudo I) dalam pemikiran dan Sejarah Mangkuyudo, mendapatkan gelar
kebangsawanannya pada waktu itu. Entah sengaja karena terinspirasi oleh
kehebatan Tumenggung Mangkuyudo Sampang atau Madura atau ketidaksengajaan,
karena Mangkuyudo memiliki makna senapati perang, Amangkurat Amral memberi nama
tersebut kepadanya.
Raden Tumenggung Mangkuyudo Kedhu alias Ki Wongsocitro dalam Babad Tanah
Jawi baik versi Mainsma maupun Balai Pustaka secara detil digambarkan memiliki
kekuatan luar biasa. Mainsma menceritakan bahwa Mangkuyudo Kedhu berhasil
membunuh Mangkuyudo Sampang dan Dhandang Wacana, 2 orang pimpinan pasukan darat
Trunojoyo. Babad Tanah Jawi versi Balai Pustaka menceritakan heroiknya
Wongsocitro saat armada Mataram dan VOC menyerbu benteng pertahanan terakhir
Trunojoyo di kediri.
Durma
Kêbatira
wau Radèn Trunajaya | gya akèn inêb kori | lajêng tinuguran | dene ingkang
ingatag | tinanggênah têngga kori | pun Darmayuda | ing Pasêdhahan wani ||
Wong
Mataram angungsêd arêbat lawang | rame ungkih-ingungkih | pan ora darana |
Tumênggung Mangkuyuda | anglancangi sigra prapti | ngarsaning lawang | jinêjak
ponang kori ||
Pan
rêmuk kori ing Kadhiri jinêjak | Mangkuyuda kaaksi |saksana tinumbak | dhatêng
Ki Darmayuda | kêna jajane trus gigir | Ki Mangkuyuda | sigra malês nglarihi ||
Darmayuda
kang winalês linarihan | tinumbak ingkang kêni | gêgurunge pêgat | ya ta sarêng
aniba | kalih parêng angêmasi | Ki Mangkuyuda | pêjah jawining kori ||
Darmayuda
pêjah salêbêting lawang | gègère tan sinipi | sadalêming kutha | pêjahe
Darmayuda | anglir gabah dèn intêri | kang rêbat marga | sêdyane ngungsi urip
||
Terjemahan bebas:
Pasukan Trunojoyo yang lari masuk ke dalam kota Kediri mencoba menahan
gerbang kota dari dalam dipimpin oleh Dermoyudo. Pasukan Mataram yang mengejar
mencoba meringsek masuk namun ditahan dari dalam sehingga terjadi saling
dorong. Mangkuyudo (Wongsocitro) akhirnya datang. Gerbang tersebut ditendangnya
hingga hingga hancur. Kemudian Durmoyudo menyerangnya dengan tombak hingga
menembus dadanya, sebelum jatuh, Mangkuyudo berhasil membalasnya. Keduanya
sama-sama tewas. Mangkuyudo jatuh didepan gerbang sementara Dermoyudo didalam
gerbang (sampyuh).
Dari cerita diatas, walau Mangkuyudo Kedhu adalah orang yang dipihak
raja lalim, karena Amangkurat Amral juga tak lebih baik dari ayahnya. Namun
sebagai seorang prajurit, seorang senapati, ia telah menunjukkan darma bakti
untuk negaranya.
Dalam catatan buku-buku kuno, walau banyak yang membenarkan tindakan
Trunojoyo terhadap raja lalim Amangkurat Agung, namun pemberontakan tersebut
telah membuat rakyat Mataram dalam kesengsaraan. Dan Belanda, lewat VOC, mulai
menancapkan kukunya di bumi Mataram sejak perang peristiwa itu. Namun apapun itu,
sejarah adalah bahan pembelajaran bagi orang yang hidup dimasa berikutnya.
Sekuat apapun seorang raja lalim akan berakhir tragis dan hanya mewariskan
tahta berdarah kepada generasi berikutnya.
Amangkurat Amral |
Amangkurat Amral yang menjadi penerus Amangkurat Agung tak lebih baik. Dengan
darah dingin ia membantai orang-orang Giri Kedhaton, membunuh Trunojoyo yang
telah takluk, membunuh Adipati Tegal yang telah menampungnya selama dalam
pengasingan, mengalami banyak pemberontakan walau sudah memindahkan ibukota
kerajaannya ke Kartasura, seorang raja Jawa yang menjual setiap jengkal tanah yang dikuasi moyangnya demi kekuasaan. Semua itu
adalah torehan sejarah berdarah mengenai tahta Mataram yang kelam tanpa mengurangi rasa hormat terhadap setiap tokoh yang ada didalamnya.
No comments:
Post a Comment